Pemilu kedua dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971, yang berarti setelah 4 (empat) tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan menggantikan Bung Karno. Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa ikut menjadi calon partai secara formal
Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru, tepatnya 5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa.Pemilu yang dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya dukungan pemilih karena pemilih memberikan suaranya kepada Organisasi Peserta Pemilu.
Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, dan rahasia (LUBER).
- Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut hati nuraninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan
- Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
- Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya menurut hati nuraninya,tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari siapapun dan dengan cara apapun.
- Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa yang dipilihnya.
Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri yang keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, DewanPertimbangan, Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan . Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan Indonesia (PPI), di provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I (PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat II, di kecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan di desa/kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara dibentuk Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga negara RI di luar negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia Pemungutan Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (adhoc).
Peserta Pemilu 1971
Pemilu anggota DPR tahun 1971 diikuti 10 (sepuluh) Peserta. Dalam hubungannya dengan pembagian kursi, cara pembagian yang digunakan dalam Pemilu 1971 berbeda dengan Pemilu 1955. Dalam Pemilu 1971, yang menggunakan UU No. 15 Tahun 1969 sebagai dasar, semua kursi terbagi habis di setiap daerah pemilihan. Cara ini ternyata mampu menjadi mekanisme tidak langsung untuk mengurangi jumlah partai yang meraih kursi dibandingkan penggunaan sistem kombinasi. Tetapi, kelemahannya sistem demikian lebih banyak menyebabkan suara partai terbuang percuma.
No. |
Partai |
Suara |
% |
Kursi |
1. | Golkar |
34.348.673 |
62,82 |
236 |
2. | NU |
10.213.650 |
18,68 |
58 |
3. | Parmusi |
2.930.746 |
5,36 |
24 |
4. | PNI |
3.793.266 |
6,93 |
20 |
5. | PSII |
1.308.237 |
2,39 |
10 |
6. | Parkindo |
733.359 |
1,34 |
7 |
7. | Katolik |
603.740 |
1,10 |
3 |
8. | Perti |
381.309 |
0,69 |
2 |
9. | IPKI |
338.403 |
0,61 |
– |
10. | Murba |
48.126 |
0,08 |
– |
Jumlah |
54.669.509 |
100,00 |
360 |